Author
|
: | H.L. Cermat |
Sumber
|
: | Riwayat Lagu Pilihan dari Nyanyian Pujian, Jilid 3 ® Lembaga Literatur Baptis |
Syair : Hark! The Herald Angels Sing, Charles Wesley, 1739. Lukas 2:10-14; Filipi 2:5-11.
Lagu : MENDELSOHN, Felix Mendelssohn, 1840; gubahan, William H. Cummings, 1855.
Kebanyakan orang Kristen mungkin menyangka bahwa tiap nyanyian pujian yang menjadi lagu pilihan mereka pada zaman sekarang, juga telah menjadi lagu pilihan orang banyak sejak saat penciptaannya.
Memang ada nyanyian pujian yang tetap populer dari saat lahirnya hingga kini. Tetapi lain sekali riwayat lagu Natal yang dikisahkan dalam pasal ini. Lagu itu telantar, kata-kata dan not-notnya berkali-kali diubah, sehingga rupanya akan terlupakan dan lenyap tak berbekas. Satu setengah abad setelah penciptaannya, barulah "Lagu Natal Bala Tentara.Surga" itu mulai menduduki tempatnya sebagai salah satu lagu Natal yang paling umum disukai di seluruh dunia.
Pengarang yang Pandai
Syair untuk lagu Natal pilihan ini dikarang oleh Charles Wesley, salah seorang penulis nyanyian pujian yang terbesar sepanjang abad. Riwayat hidupnya dikisahkan dalam JILID 1, pasal 3; JILID 2, pasal 7; dan JILID 4, pasal 5 dari seri buku ini. Bersama kakaknya, John Wesley, ia menjadi pembina aliran Kristen yang kemudian terkenal sebagai Gereja Methodist. Pada masa hidupnya, dari tahun 1707 sampai tahun 1788, ia menciptakan sejumlah lagu rohani yang sungguh mengagumkan: tidak kurang dari 6.500 buah!
Charles Wesley biasa menulis dengan memakai suatu sistem tulis cepat ketika ia mengarang sebuah lagu baru. Jarang sekali ia meredaksikan kembali karangannya; biar orang lain yang menyuntingnya, terutama kakaknya, John, yang menjadi redaktur dari kumpulan nyanyian pujian sebanyak 56 jilid.
"Lagu Natal Bala Tentara Surga" itu dikarang oleh Charles Wesley pada tahun 1738. Lebih awal dalam tahun 1738 itu juga, ia telah mengalami pertobatan yang sungguh-sungguh, setelah bertahun-tahun menjadi "orang Kristen statistik". Dan ia pun sempat menjelaskan dalam bentuk puisi, apa arti kelahiran Kristus.
Anehnya, dalam syair karangannya itu ia tidak menyebutkan apa-apa mengenai peristiwa kelahiran Yesus. Bayi Kudus di palungan, kandang binatang, gembala di padang -- semua hal seperti itu tidak. disebut- sebut sama sekali. Bahkan baris-baris pertama tentang "lagu yang merdu" dan "malak yang bers`ru" itu ditambahkan kemudian oleh orang lain, dan bukan oleh Charles Wesley sendiri. Ia malah memulai syair itu dalam bentuk aslinya kira-kira sebagai berikut:
"Cakrawala bergema:
Mulia Sang Maharaja!"
Pengarang yang agak tergesa-gesa cara kerjanya itu tidak memberi judul apa-apa pada hasil karyanya. Di sebelah atas kertas itu ia hanya mencatat: "Sebuah Lagu Rohani Untuk Hari Natal".
Proses Perubahan yang Rumit
Syair karangan Charles Wesley itu mula-mula diterbitkan pada tahun berikutnya, yaitu tahun 1739. Tetapi banyak orang Kristen merasa bahwa kata-katanya agak kurang baik. Misalnya, kata dalam bahasa Inggris pada baris pertama yang berarti "cakrawala" itu dianggap sudah kuno. Ada berbagai perubahan yang diusulkan. Misalnya, kedua baris pertama itu pernah diubah sebagai berikut:
"Jagat raya proklamir:
Kristus kini t`lah lahir!"
Namun usul-usul peredaksian itu pun tidak berkenan di hati kebanyakan orang Kristen.
Kemudian seorang penyunting kumpulan lagu pilihan mencoba suatu susunan yang baru lagi. Dari sepuluh bait dalam karangan asli, yang masing-masing terdiri atas empat baris, ia membuang empat bait. Sisanya yang enam bait itu digabungkannya menjadi tiga bait saja, yang masing-masing terdiri atas delapan baris. Kedua baris pertama, yaitu kalimat tentang bala tentara surga (yang rupa-rupanya dimasukkan oleh redaktur musik itu sendiri), diolahnya sehingga menjadi semacam koor atau refren yang diulangi di belakang tiap baitnya.
Maka melalui berbagai perubahan itu, kata-kata "Lagu Natal Bala Tentara Surga" akhirnya diberi bentuk seperti yang biasa kita nyanyikan tiap bulan Desember. Tak dapat dipastikan sekarang, siapakah redaktur tadi yang membuat saduran itu.
Lagu yang Telantar
"Lagu Natal Bala Tentara Surga" itu bukan hanya mengalami berbagai- bagai perubahan dalam susunan katanya, melainkan hampir terlupakan oleh umat Kristen, bahkan dalam abad penciptaannya sekalipun. Mungkin nyanyian itu akan mengalami suatu nasib yang buruk, yakni hilang selama-lamanya, kecuali ada suatu kejadian yang tak terduga. Peristiwanya sebagai berikut:
Seorang tukang cetak sedang mengerjakan sebuah buku liturgi dan doa -- bukan untuk aliran Methodist, melainkan untuk Gereja Inggris, yaitu gereja negara yang resmi. Kebetulan ada satu halaman yang kosong dalam buku itu. Sebagai pengisi ruang belaka, tukang cetak itu memasukkan sebuah syair Natal karangan Charles Wesley.
Kemudian barulah para pembesar Gereja Inggris insaf bahwa syair itu adalah karangan seseorang yang mereka anggap sebagai "pemimpin bidat". Maka mereka mengusulkan supaya syair tersebut jangan dimuat lagi dalam edisi yang berikutnya dari buku liturgi dan doa. Tetapi sudah telanjur: Ada sejumlah anggota gereja negara yang sudah menyukai lagu Natal itu, sehingga tidak jadi dicabut.
Pada zaman itu syair Natal karangan Charles Wesley biasa diterapkan dengan berbagai-bagai melodi. Ada yang cocok baginya; ada yang kurang cocok. Makanya, "Lagu Natal Bala Tentara Surga" itu agak lama tidak mencapai kepopuleran yang tinggi.
Siapakah yang akhirnya mengarang not-not yang penuh kegirangan, yang selalu terdengar sekarang pada musim Natal? Untuk menyelidiki ceritanya, mari kita melintasi samudra ke negeri Jerman.
Musikus yang Berbakat
Di sini tidak ada ruang yang cukup untuk bercerita secara panjang lebar tentang masa hidup Felix Mendelssohn. Riwayatnya mudah didapat dalam buku-buku lain, karena dialah salah seorang komponis musik Barat yang terbesar pada abad yang kesembilan belas. Pasal ini hanya memuat sedikit keterangan saja, khususnya mengenai karangan Mendelssohn yang selalu diperdengarkan tiap tahun pada Hari Natal.
Felix Mendelssohn lahir di kota Hamburg pada tahun 1809. Keluarganya adalah pemodal dan sarjana bangsa Jerman yang kaya raya. Menurut keturunan, mereka itu orang Yahudi. Tetapi menurut agama, mereka adalah orang Kristen yang setia. Maka si Felix dibesarkan dalam lingkungan yang serba bagus, baik secara jasmani maupun secara rohani.
Pada umur yang muda sekali, anak laki-laki itu sudah nyata dikaruniai bakat musik yang luar biasa. Ketika ia baru berusia sembilan tahun, dipersembahkannya konsernya yang pertama sebagai seorang pianis. Kira-kira pada tahun yang sama itu, ia pun mulai mengarang musik. Ada karangannya yang masih tetap dimainkan oleh orkes-orkes simfoni besar, yang telah diciptakannya pada umur belasan tahun.
Karier Felix Mendelssohn sebagai seorang musikus itu merupakan suatu rentetan prestasi dan kemuliaan yang tidak ada taranya. Sebagai komponis, dirigen, pemain piano dan biola dan organ, serta pembina sekolah tinggi musik, ia dihormati dan dikagumi di mana-mana. Berkali- kali ia pergi merantau, sambil membawakan konser-konser yang disambut dengan hangat oleh khalayak ramai.
Di tengah-tengah segala kesemarakannya itu, Felix Mendelssohn tidak sampai lupa akan kepercayaannya sebagai seorang pengikut Kristus. Beberapa gubahannya yang paling luhur didasarkan atas isi Alkitab; dua di antaranya ialah Nabi Elia dan Rasul Paulus. Kedua oratorium itu hingga kini dinyanyikan di Indonesia.
Penyanyi yang Masih Muda
Pada musim semi tahun 1847, Felix Mendelssohn mengunjungi negeri Inggris untuk kesepuluh kalinya. Di sana ia memimpin orkes dan paduan suara besar dalam pementasan karangannya sendiri, yaitu oratorium Nabi Elia.
Salah seorang penyanyi dalam koor gabungan pada kesempatan itu ialah seorang anak remaja bernama William H. Cummings. Meski ia baru berumur lima belas tahun, namun ia sudah delapan tahun lamanya menjadi anggota koor di sebuah katedral besar Gereja Inggris. Ia pun baru saja diangkat menjadi pemain organ di gereja.
William Cummings merasa senang memadukan suara tenornya yang bagus dengan berpuluh-puluh suara lainnya, teristimewa karena yang memimpin acara musik itu ialah komponisnya sendiri, sang tamu agung dari negeri Jerman. Alangkah menyedihkan hanya enam bulan kemudian, ketika si William mendengar bahwa komponis ternama itu telah meninggal, pada usia 38 tahun!
Beberapa tahun kemudian, William Cummings membolak-balikkan halaman dari sebuah buku musik karangan Felix Mendelssohn almarhum. Musik itu berjudul Festgesang (Nyanyian Perayaan), dan dikarang pada tahun 1840, dalam rangka perayaan hari ulang tahun penemuan seni cetak yang ke- 300. Tiba-tiba Cummings mulai menimbang-nimbang, apakah lagu kedua dari karangan Mendelssohn itu mungkin dapat dijodohkan dengan "Lagu Natal Bala Tentara Surga", yang sudah satu abad lebih menunggu-nunggu sebuah melodi yang benar-benar cocok baginya.
Lagu kedua itu berjudul: "Tuhanlah Terang". Mendelssohn telah menggubahnya untuk paduan suara pria dan alat-alat musik tiup. Anehnya, komponis besar itu pernah menulis sendiri tentang "Tuhanlah Terang" sebagai berikut: "Saya yakin bahwa lagu ini akan disenangi oleh para penyanyi dan para pendengar. Akan tetapi lagu ini sama sekali tidak cocok untuk syair rohani. Seharusnya ada sanjaknya yang berpokok kebangsaan atau keriangan, sesuatu yang bersifat gembira dan populer, sesuai dengan nada musik itu sendiri."
Akhirnya Ada Aransemen yang Cocok
Memang musik karangan Felix Mendelssohn itu "bersifat gembira dan populer". Tetapi ia tidak menduga bahwa kegembiraan dan kepopuleran itu dapat dihubungkan dengan sukacita umat manusia oleh karena kelahiran Tuhan Yesus.
William Cummings menggubah kembali lagu karangan Mendelssohn itu pada tahun 1855. Ternyata not-notnya cocok sekali dengan syair Natal karangan Charles Wesley. Dengan musiknya yang baru, "Lagu Natal Bala Tentara Surga" itu diterbitkan pada tahun 1856. Dan akhirnya juga nyanyian pujian itu mulai menjadi sebuah lagu pilihan umat Kristen di seluruh dunia.
Penggubah lagu itu lahir pada tahun 1831, dan hidup sampai tahun 1915. Ia menjadi seorang mahaguru dan penceramah di bidang musik, juga seorang pengarang musik, penulis sejarah musik, dan pembina sekolah tinggi musik. Ia mengadakan tour keliling ke negeri-negeri lain, dan membawakan banyak konser vokalia. Namun demikian, nama William H. Cummings masih diingat sampai sekarang hanya oleh karena satu perbuatannya saja, yaitu: Pada umur 24 tahun ia telah menemukan sebuah melodi yang paling cocok untuk "Lagu Natal Bala Tentara Surga" karangan Charles Wesley.
Dahulu kala di kota Zanzibar pada pantai timur benua Afrika, ada sebuah pasar dan penjara besar untuk para budak belian. Setelah perdagangan manusia dihapus, seorang pengabar Injil mengusulkan supaya pasar dan penjara itu dirobohkan, dan sebuah gedung gereja yang agung didirikan di tempatnya. Ketika gereja itu selesai dibangun, umat Kristen di kota Zanzibar berkumpul untuk meresmikannya pada Malam Natal. Dan di tempat yang dulu penuh dengan sengsara dan kejahatan itu, terdengarlah suara-suara gembira yang menaikkan "Lagu Natal Bala Tentara Surga".
Bukankah kisah nyata itu menjadi suatu lambang dari keadaan seluruh dunia, yang dahulu kala merana dalam sengsara dan kejahatan, sampai kedatangan Dia yang lahirNya diumumkan oleh bala tentara surga?
- Login to post comments
- 19331 reads