Kemanapun kita pergi menjelang Natal ini, kita akan selalu mendengar lagu-lagu Natal yang dialunkan, tetapi pernahkah tersirat dalam pikiran Anda pertanyaan, bagaimana asal usulnya dari Notasi Musik tersebut, sehingga kita di seluruh dunia dapat menikmati lagu yang sama dengan melodi yang sama.
Di Ugarit ditemukan beberapa tulisan persegi (dari th 1400 sM) yang menyanyikan lagu2 dalam bhs Huri, disertai sejenis notasi, tetapi tidak berhasil untuk di tiru atau di nyanyikan ulang.
Begitu juga tidak ada kepastian apakah bangsa Ibrani mempunyai suatu sistem notasi, memang telah di usahakan untuk menafsirkan tanda-tanda tekanan suara dari naskah Ibrani, sebagai bentuk notasi, tetapi ternyata tidak berhasil, sebab tanda-tanda tekanan suara itu lebih diperuntukan untuk mengucapkan daripada untuk musik, disamping itu tanda2 tersebut merupakan tambahan yang dibuat dari karya aslinya.
Dengan tidak adanya notasi musik yang dibakukan ataupun yang bisa ditulis, kita tidak akan bisa menyebar luaskan satu karya musik ataupun mewariskannya ke generasi penerus. Karena adanya notasi musik inilah, maka hingga saat ini kita masih bisa tetap menikmati hasil karya dari Bach, Mozart maupun Beethoven.
Siapa sebenarnya pencetus ide dari notasi musik barat modern seperti yang kita kenal sekarang ini? Pada abad ke sebelas (995-1050) seorang rahib dari ordo Benediktin yang bernama Guido dari Arezzo berusaha mengajarkan kepada siswa-siswinya untuk menghafal nada2 dari c-d-e-f-g-a. Karena ia sudah hafal dan sudah akrab di telinganya dengan "Ut Queant Laxis", lagu Kristen mengenai rasul Yohanes, maka ia menciptakan alat mnemonis:
UT-queant laxis
RE-sonare fibris
MI-re gestorum
FA-muli tuorum
SOL-ve pollutis
LA-biis reatum
Sancte Iohannes
Suku kata asli dari kata2 ke enam ungkapan ini telah bisa dijadikan nama nada: ut, te, mi, fa, sol, la. Hingga saat ini kita masih menggunakan sistem ini, hanya untuk kata UT telah dirobah menjadi DO dan setelah La masih ada tambahan Si.
Guido dari Arezzo inilah yang membebaskan ketergantungan manusia pada abad sebelumnya daripada tradisi oral yang turun menurun diwariskan. Karena adanya nada notasi musik inilah maka umat manusia sekarang ini bisa memiliki harta simpanan yang sangat besar berupa ratusan ribu karya musik mulai dari karya musik yang berat, sampai ke lagu2 yang sederhana sampai dengan simfoni2 yang rumit.
Melalui notasi ini pulalah, musik mulai bisa ditulis dan diajarkan dari lembaran musik, teori musik pun bisa di ikuti melalui notasi dengan mana lebih mudah untuk mempelajari sebuah lagu maupun intrument dari musik, dan mulai saat itu pula polifoni (lebih dari satu irama yang bisa dimainkan bersamaan) begitu juga dengan menciptakan keharmonian dalam nada musik maupun lagu.
Dari sekolah Notre Dame di Paris terciptakan motet. Motet adalah awal harmoni empat bagian soprano, alto, tenor dan bas. John C Hatton yang hidup diabad ke 18 (?-1793) telah menciptakan satu melodi yang lebih dikenal dengan nama "Duke Street", berdasarkan nama jalan tempat dimana ia tinggal di St Helen - Inggris. Ternyata melodi ini menjadi sedemikian populernya, sehingga bisa dinilai merupakan melodi yang paling banyak digunakan untuk menciptakan lagu pujian rohani.
Inilah antara lain puji2an yang menggunakan melodi dari "Duke Street": Almighty Father, Bless the Word* Forth in Thy Name, O Lord * From All That Dwell Below the Skies * I Know That My Redeemer Lives * Jesus Shall Reign* O God, Beneath Thy Guiding Hand* O Lord, Thou Art My God and King* Our Lord Is Risen from the Dead. Bagi mereka yang ingin mendengar melodi dari Duke Street silahkan berkujung ke http://www.cgmusic.com/workshop/mus_lm.htm
Yang menjadi pertanyaan saya, kenapa lagu2 Natal hanya indah untuk dinikmati menjelang saat2 Natal saja, setelah itu rasanya jadi hambar tidak seindah itu lagi, bahkan tidak dapat menyentuh perasaan kita lagi, tidak ada bedanya dengan lagu-lagu pop lainnya?
Mungkin ada rekan-rekan yang bisa bantu untuk memberikan petromaksnya Maranatha
Mang Ucup
e-Mail: mangu...@wanadoo.nl
Homepage : www.mangucup.net
- Login to post comments
- 30417 reads
Comments
5 comments postedoh ternyata...
oh ternyata asal usul notasi musik tuh seperti itu tho... aku kok ga tau ya, apa aku kurang membaca sejarah musik atau memang sudah banyak yang tidak membahasnya sekarang-sekarang ini... sepertinya ini sangat menarik bagiku karena kita jadi tambah pengetahuan yang baru dan kalo anak cucu kita bertanya: mama, atau oma, kok do re mi napa ma? kok ga do di da?
nah sangat kurang memuaskan apabila kita jawab dengan: oh karena memang seperti itu nak, karena dari sononya seperti itu nduk, atau mama kurang tau neng...
saya merasa info ini sangat berguna dan bisa menjadi referensi dan menjadi bekal saya untuk menambah pengetahuan dan hikmat yang dapat diwariskan..
btw, bagaimana dengan kamu-kamu di luar sana?
pendapate sama kah?
ato malah dah tau dari dulu? :)
Wow....thanks yach.Saya dari SMA Kristen Terang Bangsa Semarang,dan saya mendapatkan tugas mencari artikel tenteng notasi angka. Saya begitu Kesulitan Mencarinya. Setelah membuka situs ini saya menjadi tau tentang sejarah not angka. Sekali lagi thanks banget yach....!!!! TUHAN YESUS KRISTUS MEMBERKATI
Terima kasih telah membagikan informasi ini, di tengah-tengah banyak kontroversi asal-muasal istilah tangga nada diantonik Do Re Mi Fa Sol La Ti(Si)....
Ada yang mengatakan dari daerah timur tengah, tapi saya menyangsikan karena mereka memiliki sistem tangga nada khas yang nuansanya berbeda, jumlah nada dan jarak "tone"nya pun berbeda (bandingkan tangga nada musik2 nuansa Hibranik dan Arabik yg bila dimainkan dengan iringan akan kaya dengan kunci2 minor).
Yang ingin saya komentari, sejauh yang saya ketahui ada banyak sistem penulisan tangga nada, beberapa diantaranya yaitu:
1. Sistem Not Gregorian, dituliskan dalam empat garis paranada dan notasi yang digambarkan dalam bentuk kotak-kotak. Ini standar penulisan musik bergaya Gregorian dan resitatif yang lazim dinyanyikan di Gereja Katolik.
2. Sistem Not Balok (Score), dituliskan dalam lima garis paranada. Merupakan standar internasional penulisan notasi. Not-not bernada dituliskan dengan gambar seperti kecambah dan notasi tanda diam memiliki simbol-simbol yang bervariasi tiap nilainya.
3. Sistem Not Angka, yang ini cukup populer di Indonesia. Not-not bernada cukup dituliskan dari selang antara "1" sampai "7", sementara tanda titik di atas atau di bawah angka menandakan oktaf yang lebih tinggi atau rendah. Notasi tanda diam cukup dituliskan dengan angka "0". Keistimewaan not angka, not ini dapat dituliskan setelah dikonversi dari sistem not gregorian dan sistem not balok.
Sementara not balok belum tentu bisa menuliskan notasi resitatif dari sistem notasi gregorian.
Ada banyak kontroversi tentang sejarah penulisan not angka ini, namun sejauh yang saya ketahui kemungkinan besar dibawa oleh kaum Zending Belanda yang masuk ke Indonesia untuk mengajarkan cara membaca not dengan ringkas dan sangat mudah.
Saya curiga... Oleh karena itu, jangan pernah berharap menemukan lagu memakai not angka yang didistribusikan di luar negeri... Ini cuma bisa ditemukan di Indonesia (dan bekas negara jajahan Belanda)...
Mungkin ada yang ingin mengomentari atau memberi pencerahan? Mungkin saja saya pun ada kesalahan.
ternyata asal usul notasi musik cukup menarik juga ya.. trims sharingnya.. :D
Halo GEMA,
Terima kasih untuk penjelasan not angka diatas.
Saya ingin bertanya lebih lanjut. Adakah sumber (buku/artikel/dll.) yang menulis tentang kaum Zending membawa not angka ke Indonesia?
Alasan saya bertanya ini karena musik adalah jurusan kuliah saya. Untuk project terakhir, saya harus membanding2kan notasi angka dan notasi barat (score). Oleh karena itu, saya harus mencantumkan sumber tentang informasi diatas.
Terima kasih banyak untuk bantuannya.