Login / Register    » RSS GEMA Feed

Sejarah Lagu "Penobatan Yesus Kristus"

admin's picture

Adakah lagu yang lebih luhur temanya daripada lagu yang dikisahkan dalam pasal pertama ini?

Tentu tidak ada. Karena pokok lagu pilihan ini ialah penobatan Yesus Kristus sebagai "Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan" (Wahyu 19:16).

Siapakah yang mengarang nyanyian pujian yang agung ini?

Ia tidak mau terikat

Edward Perronet adalah seorang Inggris keturunan Perancis. Keluarganya telah mengungsi dari Perancis demi kebebasan beragama. Pada saat Edward Perronet lahir, yaitu tahun 1726, ayahnya sudah menjadi seorang pendeta Gereja Inggris. Jadi, si Edward dibesarkan dalam aliran gereja negara itu.

Sama seperti nenek moyangnya di Perancis dulu, Edward Perronet pun tidak mau terikat dalam hal agama. Ia mau mengakui hanya satu Atasan Rohani saja, yaitu: Yesus Kristus.

Ketika John dan Charles Wesley mulai menjalankan suatu gerakan pembaruan di kalangan Gereja Inggris, dengan senang hati Edward Perronet ikut serta. Dan ketika gerakan Wesley itu mulai diserang oleh musuh-musuhnya, Perronet bahkan bersedia menderita demi keyakinannya. Dalam buku harian John Wesley terdapat catatan ini:

"Edward Perronet diseret dari kuda tunggangannya dan diguling-gulingkan dalam lumpur. Dengan demikian ia mendapat banyak siksaan dan juga dikenai banyak kotoran, tetapi kedua-duanya ia terima dengan penuh ketabahan."

Walau Edward Perronet begitu sabar terhadap penganiayaan, namun ia tak dapat menerima semua ajaran dan peraturan yang ditetapkan oleh para pemimpin gerakan Wesley. Antara lain, ia merasa mereka sebaiknya keluar sama sekali dari gereja negara dan mendirikan suatu aliran baru.

John Wesley tidak setuju. (Anehnya, justru hal itulah yang kemudian dilaksanakan, dan Gereja Methodist yang dimulai oleh kedua Wesley bersaudara dan kawan-kawan mereka itu masih ada hingga kini.) Karena perselisihan pendapat itu, Edward Perronet akhirnya memutuskan hubungan dengan gerakan Wesley. Kemudian ia menggabungkan diri dengan suatu aliran Kristen yang lebih kecil.

Dalam aliran gereja yang kecil itu pun, Pendeta Perronet sukar menyetujui cara-cara saudara seimannya. Sebagai akibat, ia keluar sama sekali dari hubungan aliran gereja. Selanjutnya ia melayani sebuah jemaat kecil yang berdikari, lepas dari ikatan gereja apapun juga.

Jiwa Edward Perronet ingin bebas dari penguasaan manusia. Namun ia rela tunduk kepada Yesus Kristus. Dan bakatnya ia curahkan di hadirat Rajanya itu, berupa syair-syair rohani yang indah.

Pemuda yang Pandai Musik

Gereja kecil yang digembalakan oleh Pdt. Edward Perronet tidak jauh letaknya dari salah satu katedral Gereja Inggris yang terbesar. Ada seorang anak remaja yang menjadi anggota koor pria di katedral. Dan ia pun menjadi sahabat karib "si pendeta bebas" itu.

Pada tahun 1779, ada syair karangan Edward Perronet yang diterbitkan dalam sebuah majalah Kristen. Musiknya disusun oleh William Shrubsole, demikian nama anak remaja tadi. Ia menggubah melodi itu pada saat ia coba-coba memainkan orgel besar dalam katedral.

Lagu itu pendek saja, hanya satu bait. Tetapi tahun berikutnya nyanyian tersebut diterbitkan kembali, sekarang lengkap dengan delapan bait. Pada tahun 1787 karangan itu mengalami perubahan di bawah tangan John Rippon, seorang pendeta gereja Baptis (1751- 1836). Nyanyian pujian yang kemudian menjadi terkenal di mana-mana itu sebenarnya merupakan hasil redaksi Pendeta Rippon, dengan bait terakhir yang ditambahkan oleh redaktur sendiri.

Pada tahun 1792, Edward Perronet meninggal dunia. Dalam surat wasiatnya ia menunjuk William Shrubsole, pemuda tadi, sebagai pengurus warisannya. Tetapi warisan rohani yang diturunkan oleh Pendeta Perronet kepada seluruh umat Kristen, jauh lebih besar daripada segala-galanya yang diurus oleh sahabat karibnya William Shrubsole.

Lagunya Ada Tiga

Banyak nyanyian rohani yang biasa dijodohkan dengan lebih dari satu lagu. (Misalnya, lihat pasal 6 dalam buku ini.) Tetapi jarang ada nyanyian rohani yang biasa dicocokkan dengan tiga lagu. Apalagi kalau ketiga lagu itu masing-masing bagus, masing-masing dikarang khusus untuk syair tersebut, dan masing-masing tetap dinyanyikan oleh umat Kristen hingga kini, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.

Kepopuleran dari ketiga gubahan musik untuk "Lagu Penobatan Yesus Kristus" itu dapat dinilai berdasarkan fakta ini: Nyanyian tersebut dimuat sebanyak 26 kali dalam kumpulan-kumpulan yang didaftarkan di halaman 6. Dan di antaranya, ada enam yang memakai lagu pertama (hlm. 11), duabelas yang memakai lagu kedua (hlm. 7), dan delapan yang memakai lagu ketiga (hlm. 10-11). Ketiga-tiganya dalam satu kumpulan hanyalah terdapat pada Nyanyian Pujian, terbitan LLB.

Lagu pertama itu dikarang oleh William Shrubsole, yang sudah disebut-sebut sebagai sahabat karib penulisnya, Edward Perronet. Shrubsole lahir pada tahun 1760; jadi, ia baru berumur 19 tahun pada saat ia menciptakan lagu itu.

Setelah menyanyi sebagai anggota koor di katedral besar Gereja Inggris tadi, Shrubsole lalu ditunjuk menjadi pemain orgel di katedral lain, walau umurnya baru 22 tahun saja. Rupanya ia pun telah ter pengaruhi oleh kepercayaan temannya Pendeta Perronet, sehingga ia mulai menganut pendapat yang bertentangan dengan ajaran Gereja Inggris. Dua tahun kemudian, ia dipecat dari jabatannya.

Selanjutnya Shrubsole mencari nafkah sebagai tukang pembuat kapal, juru tulis bank, sekertaris, dan guru musik partikelir. Ia pun secara sukarela melayani jemaat jemaat di luar Gereja Inggris. Ketika ia meninggal pada tahun 1806, beberapa not dari musiknya untuk "Lagu Penobatan Yesus Kristus" itu diukir pada batu nisannya.

Lagu karangan William Shrubsole itu masih tetap melodi yang paling terkenal di gereja-gereja yang agaknya mengutamakan liturgi-- seperti misalnya Gereja Inggris, atau jemaat-jemaat di Indonesia yang menggunakan buku Mazmur dan Nyanyian Rohani. Akan tetapi ada juga dua lagu lainnya yang lebih populer dalam gereja-gereja yang lebih bebas tata kebaktiannya.

Komponis Lagu Kedua dan Ketiga

Oliver Holden lahir di Amerika Utara pada tahun 1765. Pada usia muda ia bekerja sebagai tukang kayu, membangun kembali sebuah kota yang terbakar oleh penjajah Inggris dalam perang kemerdekaan.

Oliver Holden juga menjadi seorang ahli musik, walau ia terpaksa belajar sendiri tanpa guru. Ketika Presiden George 6Washington mengadakan kunjungan kenegaraan ke kota Boston pada tahun 1789, pemuda itulah yang ditunjuk untuk menyediakan paduan suara pria serta mengarang sebuah lagu khusus untuk menghormati kepala negara Amerika Serikat yang p6ertama.

Pada tahun 1792 Oliver Holden mengarang sebuah lagu baru untuk syair rohani karangan Edward Perronet. Saat itu ia baru saja dikaruniai seorang putri kecil; mungkin itulah yang menyebabkan nada gembira dalam lagu karangannya. Hasil karyanya lebih mudah dinyanyikan oleh sidang jemaat daripada lagu Shrubsole, dan cepat menjadi termasyhur.

Oliver Holden kemudian menjadi seorang pedagang yang kaya, seorang negarawan, dan seorang penyusun dan penerbit kumpulan lagu rohani. Setelah kematiannya pada tahun 1844, beberapa kata dari "Lagu Penobatan Yesus Kristus" diukir pada batu nisannya.

Penggubah lagu ketiga, James Ellor, lahir di negeri Inggris pada tahun 1819. Sebagai anak muda ia belajar menjadi tukang pembuat topi. Pada umur belasan tahun ia pun menjadi pemimpin musik di sebuah gereja Methodist kecil.

Pada usia 19 tahun--sama seperti William Shrubsole dulu--JamesEllor mengarang sebuah lagu untuk nyanyian rohani karangan Edward Perronet. Ia membawanya ke pabrik topi, dan teman-teman sekerjanya suka sekali akan lagu baru itu. Gubahan itu dinyanyikan pada perayaan hari ulang tahun Sekolah Minggu di gereja kecil tadi, dan selanjutnya menjadi terkenal.

James Ellor kemudian bekerja pada perusahaan kereta api, lalu pindah ke Amerika Serikat dan kembali menjadi tukang topi. Bertahun-tahun sebelum wafatnya pada tahun 1899, ia hampir menjadi buta.

Seperti Teka Teki

Berpuluh-puluh tahun lamanya, tidak diketahui dengan pasti siapa pengarang kata-kata yang dinyanyikan di mana-mana itu. Ada alasannya untuk rahasia tersebut: Karena Edward Perronet bertengkar mulut dengan para pemimpin gerakan Wesley, maka mereka tidak mau memakai karangan orang itu. Oleh sebab itu Pendeta Perronet sering menerbitkan hasil karyanya dengan nama samaran, atau tanpa nama sama sekali.

Baru 126 tahun setelah terbitan pertama dari "Lagu Penobatan Yesus Kristus" itu, seorang ahli sejarah musik rohani menyelidiki sebuah buku kuno yang kecil. Tiba-tiba insaflah dia bahwa salah satu syair dalam buku itu merupakan akrostik dari huruf-huruf E-D-W A-R-D P-E-R-R-O-N-E-T. Yaitu, baris pertama dari syair itu dimulai dengan huruf E, baris kedua dengan huruf D, dan seterusnya.

Karena penemuannya, ahli sejarah musik itu tabu bahwa Edward Perronetlah pengarang buku kecil tersebut. Dan salah satu karangan dalam buku itu adalah "Lagu Penobatan Yesus Kristus," yang sudah lama dicari-cari siapakah pengarangnya.

Edward Perronet tidak peduli apakah ia dihormati sebagai pengarang lagu itu atau tidak. Yang penting ialah, agar Tuhan Yesus dihormati sebagai Raja.

Lagu kebesaran karangan Edward Perronet sudah berkali-kali dipakai dalam pertemuan massa umat Kristen. Misalnya, ada kongres Persekutuan Baptis Sedunia yang diadakan lima tahun sekali. Baik di Tokio, di Rio de Janeiro, di London, di Toronto, maupun di kota lain, maka sudah menjadi kebiasaan bahwa perkumpulan umat Baptis sedunia itu dibuka dengan Lagu pilihan ini.

Para delegasi memakai pakaian kebangsaan mereka masing-masing. Dalam berbagai-bagai bahasa sekaligus mereka menyanyikan:

"Segala bangsa di dunia,
Setiap makhluknya,
Gemakan puji kuasaNya,
Nobatkan Rajamu!"

Dengan mengumandangkan "Lagu Penobatan Yesus Kristus" itu, mereka semua memadukan suara dalam memuji-muji nama Sang Raja Surgawi.

Syair : All Hail Power of Jesus' Name, Edward Perrronet, 1779; John Rippon, 1787.
Lagu : CORONATION, Oliver Holden, 1793. Filipi 2: 9-11.

Author
: H.L. Cermat
Sumber
: Riwayat Lagu Pilihan dari Nyanyian Pujian, Jilid 1
® Lembaga Literatur Baptis
Submitted by admin on 27 June, 2006 - 11:45

Komentar