Bolehkah siapa saja mengarang nyanyian pujian?
Pertanyaan itu telah diajukan pada permulaan pasal 4 dalam buku ini, dan sengaja diulangi di sini. Sesungguhnya kedua orang yang riwayatnya dikisahkan dalam kedua pasal ini sangat erat satu sama lain semasa hidupnya. Dan kedua- duanya menjadi contoh dari anugerah Tuhan Yesus, yang sanggup menyelamatkan siapa saja yang bertobat, bahkan sanggup menggunakan siapa saja yang menyerahkan sisa hidupnya.
Bocah yang Bandel
John Newton lahir di Inggris pada tahun 1725. Ayahnya seorang nakhoda kapal laut; ibunya seorang Kristen yang mengajar anaknya tentang Tuhan Yesus. Sayang sekali, ibunya yang tercinta itu meninggal pada saat si John baru berumur tujuh tahun.
Ayahnya lalu memasukkan dia pada sebuah sekolah yang sangat dibenci olehnya. Insaflah sang ayah akan kejelekan sekolah itu. Pada saat si John baru berumur sebelas tahun, anak laki-laki itu boleh ikut ayahnya pergi ke laut.
Coba bayangkan pengaruh para kelasi yang kasar dan bejat moralnya, terhadap seorang anak laki-laki yang masih kecil. Apa lagi pada waktu John Newton mulai berlayar tidak lagi sekapal dengan ayahnya, maka hidupnya semakin rusak. Ia meninggalkan segala sesuatu yang masih diingatnya dari didikan ibunya dulu, dan menjadi seorang bocah yang amat bandel.
Pernah John Newton dicambuki karena perbuatannya yang bukan-bukan. Pernah ia melarikan diri dari satu kapal, lalu ditangkap dan di dipaksa bekerja pada kapal yang lain. Akhirnya ia terjerumus ke dalam perdagangan yang paling menjijikkan, yaitu: menjualbelikan sesamanya. Kapalnya menerima muatan manusia di Afrika, lalu membawanya ke Amerika untuk dijadikan budak belian. Banyak sekali orang Afrika yang mati dalam perjalanan itu. John Newton sendiri menjadi korban para penjahat yang memperlakukan sesamanya dengan kejam. Pada waktu ia sangat lemah sebagai akibat penyakit di Afrika, orang lain hampir membiarkan dia mati, hanya oleh karena mereka tidak mau menyusahkan diri dengan merawat dia. Akhirnya ia sempat meloloskan diri dari perhambaan itu. Namun ia masih tetap bekerja dalam perdagangan manusia. Bahkan ia naik pangkat menjadi nakhoda kapal angkutan budak.
"Sangat Besar AnugerahNya"
Pernah kapal yang ditumpangi oleh John Newton ditimpa badai yang dahsyat. Dari jam tiga pagi sampai tengah hari terus-menerus ia harus memompa untuk mengeluarkan air yang masuk ke dalam kapal itu. Berselang hanya satu jam istirahat, ia pun harus memegang roda pengemudi.
Di tengah-tengah pengalaman yang mengerikan itu, mulailah dia memikirkan masa lampau dan masa depan. Ia telah mendapat sebuah buku tentang kekristenan. Kini ia mulai membaca isinya dengan lebih bersungguh-sungguh. Akhirnya ia bertobat dan menyerahkan hidupnya kepada Yesus Kristus.
Pada umur 25 tahun John Newton menikah. Pada umur 29 tahun ia sakit keras, dan menganggap penyakitnya itu sebagai suatu kesempatan untuk membebaskan diri dari karier di kapal laut. Maka ia menerima jabatan baru sebagai pegawai douane di sebuah pelabuhan besar. Malam-malam ia pun banyak membaca buku, mengejar pendidikan yang tak sempat diterimanya dulu. Dan lebih daripada semuanya, ia pun mempelajari Kitab Suci.
Lambat laun insaflah John Newton bahwa Tuhan sedang memanggil dia untuk menjadi pendeta. Tetapi maukah para pengurus Gereja Inggris menerima seorang bekas penjahat? Tentu saja mereka tidak mau. Berkali-kali lamarannya ditolak. Akhirnya pada umur 39 tahun John Newton jadi ditahbiskan, dan dikirim menjadi pendeta dari sebuah gereja desa yang kecil.
Giat sekali pekerjaannya sebagai gembala sidang! Lain daripada kebanyakan pendeta Gereja Inggris pada zamannya itu, ia sungguh prihatin terhadap keadaan semua anggota jemaatnya, termasuk rakyat kecil. Ia pun menjalankan berbagai bagai usaha untuk mempe baiki nasib mereka.
Antara lain, Pendeta Newton menemani sebuah keluarga yang sedang merawat seorang yang baru saja keluar dari rumah sakit jiwa. Dengan belas kasihan ia turut membimbing William Cowper, si pasien itu. (Lihatlah pasal 4 dari buku ini.) Bersama-sama dengan William Cowper, John Newton mulai mengarang sebuah buku nyanyian pujian. Tetapi William Cowper hanya sempat mengerjakan 68 syair, karena sakit jiwanya kambuh lagi.
Terpaksa Pendeta Newton sendirian gigih bekerja terus. Dengan tugas-tugasnya yang lain, ia sering hanya sempat menulis satu lagu per minggu. Akhirnya ia menghasilkan 280 lagu, yang digabungkan dengan 68 lagu hasil karya William Cowper, dan diterbitkan pada tahun 1779.
Salah satu lagu itu sungguh merupakan kesaksian hidup John Newton. Hanya anugerah Tuhan yang sangat besar itulah yang telah menyelamatkan dia dari menjadi seorang penjahat seumur hidup.
Lagu Kebangunan Rohani Raksasa
Buku yang diterbitkan di desa kecil di Inggris itu cepat menjadi populer. Beberapa nyanyian pujian di dalamnya, baik karangan John Newton maupun karangan William Cowper, masih tetap menjadi lagu pilihan umat Kristen di seluruh dunia.
"Lagu Anugerah Karangan Orang Bekas Penjahat" itu lalu mengarungi Lautan Atlantik. Di Amerika lagu itu. sering dinyanyikan pada saat para pendatang baru berkumpul di alam luar untuk mengadakan kebangunan rohani raksasa. Mereka menerapkan karangan John Newton dengan sebuah melodi rakyat, sehingga gubahan itu umumnya dianggap sebagai lagu rakyat saja.
Kadang-kadang nyanyian itu bahkan dicampur dengan lagu lain. (Bait 4 yang ada pada lagu rohani itu dalam kebanyakan koleksi masa sekarang, tidak ada sama sekali pada karangan asli John Newton!) Tetapi hal yang pokok, yaitu anugerah Allah yang sangat besar, menjadi jelas sekali dalam nyanyian yang sudah menyerupai lagu rakyat itu.
Rupa-rupanya seorang penginjil Amerika bernama Edwin 0. Excell (1851- 1921) adalah yang pertama-tama mencatat musik dan kata-kata itu, sebagaimana biasa terdengar dalam kebangunan rohani. (Riwayat hidup E. O. Excell dimuat pada pasal 7 dari JILID 3 dalam seri buku ini.) Pada tahun-tahun 1970an lagu itu telah menjadi tenar, bahkan di luar kalangan gereja, karena direkamkan oleh sebuah band di Skotlandia dengan memakai alat-alat musik kebangsaan mereka yang khas.
Setia Sampai Mati
Bagaimanakah sisa hidup John Newton?
Setelah 16 tahun melayani gereja di desa itu, ia dipanggil menjadi gembala sidang sebuah gereja besar di ibu kota London. Dengan setia ia melayani di sana sepanjang umur, sampai meninggalnya pada tahun 1807. Sering ia memberantas perbudakan manusia, dengan jalan mengupas kejelekan hal itu berdasarkan pengalamannya sendiri dulu.
Beberapa cerita yang agak lucu telah dicatat tentang masa tua John Newton. Seumur hidup ia suka memakai pakaian seorang nakhoda, yang sangat menarik para pendengarnya di gereja. Caranya berkhotbah juga bersemangat dan bergairah hidup, khususnya kalau ia sedang bersaksi tentang masa mudanya sebagai pelaut.
Pada umur delapanpuluhan Pendeta Newton sangat pelupa. Namun ia masih suka bersaksi: "Ingatanku hampir habis, tetapi aku masih ingat bahwa akulah penjahat yang besar, dan Yesuslah Penyelamat yang besar."
Penglihatannya menjadi kabur, sehingga ia tak dapat lagi membaca nas khotbah. Ada orang-orang yang menyarankan agar ia berhenti saja berkhotbah. "Lho!" balas pendeta yang sudah tua itu. "Apakah bekas penghujat dari Afrika ini akan berhenti selama ia masih dapat berbicara?"
Jauh sebelum saat ajalnya, Pdt. John Newton telah menyusun katakata yang kemudian diukir pada batu peringatannya: "JOHN NEWTON, pendeta, dulu seorang tak beragama dan tak bersusila, seorang hamba budak belian di Afrika, oleh anugerah Tuhan dan Juru Selamat kita YESUS KRISTUS telah dilindungi, dipulihkan kembali, diampuni, dan ditunjuk untuk mengabarkan kepercayaan yang sudah lama hendak dimusnahkannya."
Tepat sekali sebagai kesaksian hidup John Newton, bukan? Sangat.
Author
|
: | H.L. Cermat |
Sumber
|
: | Riwayat Lagu Pilihan dari Nyanyian Pujian, Jilid 1 ® Lembaga Literatur Baptis |
- Login to post comments
- 5696 reads