MUSIK telah menjadi bagian dari ibadah selama berabad-abad dan walaupun dalam beberapa gereja Reform ada jenis musik dan instrumen musik dilarang, namun tradisi kristiani sejak semula telah menghasilkan lagu pujian sendiri, "lagu-lagu rohani", dan setting musikal untuk sakramen Perjamuan Kudus. Kelompol kelompok Kristen dalam situasi-situasi sulit juga telah berusaha untuk mengekspresikan dan mengangkat penderitaan mereka melalui musik dan salah satu contohnya ialah lagu-lagu negro spiritual yang dinyanyikan oleh para budak berkulit hitam di selatan Amerika Serikat.
Akan tetapi sejak zaman Renaissance, kekristenan juga menghasilkan karya-karya agung yang bila dilihat dari pemikiran dan, pencetusannya, panjangnya serta tuntutannya terhadap para pemusiknya, berada di luar kehidupan gereja dan kini sudah menjadi bagian yang tak terpisehkan dari musik klasik Barat, seperti St. Matthew Passion R dan B Minor Mass karangan Bach, Messiah karangan Handel; Requiem karangan Verdi dan Dream of Gerontius karangan Elgar adalah beberapa contoh. Tak pelak lagi: perfomens dari karya-karya ini merupakan suatu elemen dalam spiritualitas modern dan dapat menjadi suatu pengalaman spiritual .yang mendalam bagi mereka yang mendengar atau menghadiri pagelaran mereka.
Selanjutnya, sebenarnya karena repertoar klasik tidak dapat dibagi ke dalam fungsi yang terpisah menjadi macam-macam gaya, orang dapat berargumentasi bahwa pengalaman-pengalaman mendalam serupa diperoleh bukan hanya melalui karya-karya, yang terutama bersifat religius dalam pengilhamannya dan memflaskan dan mengandung kata-kata yang mengidentifikasikan diri dengan tradisi kristiani, tetapi juga melalui musik "absolut", seperti simponi, dan melalui opera dan ungkapan yang tidak secara langsung memiliki kadar religius. Karl Barth bukan hanya satu-saturnya pendengar yang berpendapat bahwa musik gubahan Mozard seolah-olah berasal dari Allah dan berbicara tentang Allah; tokoh-tokoh musik lain yang - dianggap telah mencapai dimensi trascendental dalam dunia, musik ialah Beethoven; Wagner, dan Brucker.
Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan penting mengenai posisi musik dalam kehidupan spiritual. Bahkan jika seseorang membatasi pertanyaan "Berdasarkan hal ape seseorang dapat mengklaim bahwa beberapa jenis musik dapat membawa seseorang bertemu dengan Allah", masalahnya masih tetap sulit untuk dicerna. Tentu saja ada pengakuan yang terlalu dipaksakan dari para komposer, misalnya dari Beethoven sampai Tippet, yang menurut istilah religius, dalam menggubah suatu lagu/musik, sebenarnya mereka sedang memberikan tanggapan dan sedang mendekati suatu dunia spiritual yang ada di luar dirinya sendiri, sehingga melalui musik yang dihasilkan, pendengarnya dapat dibawa kepada keadaan dan respons yang sama.
Perbedaan sudut pandang akan terus berlanjut untuk sementara waktu hanya karena ada begitu sedikit kola kata atau konseptualitas untuk mendiskusikan apa yang oleh Hans Keller disebut sebagai "masalah metafisik dari musik. Bila sampai kepada berbicara mengenai arti musik yang jangkauannya melewati analisis musikologi, maka para profesional pun sama kelunya seperti para amatir.
Mungkin Salah satu penilekatan yang paling konetruktif dalam hal ini ialah mereka yang menganggap musik nada Barat, (sedikitnya memiliki hubungan terdekat dengan tradisi spiritualitas Kristen), sebagai sesuatu yang berada di atas semua ekspresi emosi. Secara khusus, hubungan nada antara not dari tangga nada yang berbeda, hubu- ngan dengan beragam tingkatan ketegangan, berfungsi menghasilkan suatu tingkat nada emosi yang luas Serta kompleks yang memusatkan perhatian pada dua kategori dasar, yaitu kenikmatan dan penderitaan. Dengan mengembangkan bagian komposisi musik yang menggabungkan interval yang berbeda yang selama berabad-abad terbukti mengandung asosiasi emosional, para komposer dapat menciptakan karya-karya yang memungkinkan pendengarnya mengalarni impuls-impuls dasar yang menggerakkan hati serta perasaan manusia tanpa mengetahui gagasan, melihat gambaran, atau membaca.
Jika pendekatan ini dapat diterima, make seseorang dapat berargumentasi, seperti mendukungnya, Deyck Cooke, bahwa intuisi spiritual atau mistis dapat diekspresikan melalui hubungan atau faktor emosional dari bahasa musik sama seperti, katakanlah, karya St. John of the Cross mengekspresikan pengalaman mistisnya melalui bahasa ucapan. Masalah ini masih belum tuntas dan reaksi-reaksi terhadap gagasan ini akan tergantung pada gambaran dari model pertemuan Allah dengan mariusia yang telah dibangun seseorang dalanl konteks-konteks lain. Tetapi pasti ada beberapa orang yang dengan penuh keyakinan menyatakan bahwa Andie Musik karangan Schubert sebagai doa ucapan syukur agung. (RIN)
Sumber
|
: | Sahabat Gembala, Edisi Juli 1992, hal. 16-18 |
- 12433 reads