Semua orang setuju bahwa anak-anak harus menyanyi. Pertanyaan (lihat judul) itu berhenti diperdebatkan saat musik, sebagai suatu ilmu pengetahuan, mulai diajarkan di sekolah umum; saat piano dan organ selazim perabotan rumah tangga seperti rak buku dan lemari pakaian, dan saat anak-anak menjadi terbiasa dengan buku pedoman musik seperti halnya mereka terbiasa dengan buku bacaan dan koran.
Semua orang tahu bahwa anak-anak senang bernyanyi. Burung-burung saja dapat berkicau, maka anak-anak pun, yang merupakan burung cahaya surga milik Allah, juga berhak untuk mengungkapkan sukacita mereka melalui pujian. Semua pemerhati dan pengamat mengakui kekuatan lagu anak-anak. Kita bisa saja membahas pelajaran, latihan/tugas, atau buku-buku perpustakaan sekolah minggu, namun buku nyanyian adalah sesuatu yang harus kita miliki. Suatu sekolah minggu bisa saja berhasil di ruang bawah tanah yang gelap, dengan dinding yang rendah dan ventilasi yang minim, namun tidak akan berhasil tanpa adanya musik. Anda bisa saja memunyai taman bunga tanpa air mancur, kamar tanpa lukisan, atau musim panas tanpa matahari; tetapi jangan mengharapkan sekolah minggu yang bersemangat, menyala-nyala, dan efektif tanpa adanya pujian sekolah minggu.
Oleh karena itu, di sini kita tidak akan menjawab pertanyaan, "Haruskah anak-anak menyanyi?", namun lebih kepada apa dan bagaimana anak-anak memuji. Menyanyi adalah ungkapan emosi. Menyanyi dengan "sungguh-sungguh", "sepenuh hati", "bersemangat", seperti yang diajarkan oleh Wesley, adalah suatu hal yang penting dan baik; bernyanyi dengan keras, kasar, dan tidak beraturan adalah hal yang berbeda.
Meskipun semua yang benar-benar bisa disebut musik biasanya diatur oleh nada, tidak demikian halnya dengan ungkapan emosi; tidak semua ungkapan emosi adalah nyanyian. Semua musik adalah suara, namun tidak semua suara adalah musik.
Apa yang seharusnya dinyanyikan oleh anak-anak? Tidak disangsikan lagi bahwa kita tidak bisa selamanya menghindarkan anak-anak kita dari lagu-lagu yang buruk, namun saya juga tidak setuju dengan mereka yang hanya menekankan lagu-lagu doktrin, didaktik, dogma, atau seperti khotbah. Bila seorang anak benar-benar menyanyi, dia tidak hanya harus benar-benar memahami, tetapi juga menyukai makna lagu yang dinyanyikannya.
Kita tidak bisa mengharapkan kelas balita atau anak-anak usia sepuluh tahun menghargai dan menikmati lagu seperti halnya kita menikmatinya. Ingat, "susu untuk bayi dan daging untuk orang dewasa". Bedakan keduanya; berusahalah untuk membimbing mereka menuju kepada selera musik yang lebih tinggi dan kenikmatan spiritual yang lebih mulia, biarkan anak-anak menyanyi untuk mengungkapkan sukacita dan juga beban; sebagai ungkapan keindahan dan juga tugas; sebagai kesenangan duniawi juga surgawi; sebagai tugas sementara dan juga kenikmatan rohani. Biarkan lagu membangun perasaan karena lagu tidak pernah gagal dalam mengarahkan dan memurnikan kasih.
Saya ingat sekali pada seorang anak yang menyenangkan, matanya besar. Pada masa sekolahnya, ia hampir tidak dapat menyanyikan lagu lama berjudul "A B C D E F G", dia akan menangis bila disuruh menyanyikan lagu itu. Dia tidak tahu mengapa dia menangis, tetapi gurunya, yang adalah seorang Kristen yang taat, mengubah motif kuat ini menjadi tujuan yang menyenangkan, dan memberikan solusi atas masalah ini. Sehingga kecintaan pada lagu bisa tumbuh dan berkembang; sehingga saluran kasih diperlebar, dan anak itu, walaupun semakin besar, berani membela lagu tersebut.
Terima kasih untuk lagu sekolah minggu yang sederhana Jangan mencaci lagu anak-anak; Cahaya kasih yang temaram terpancar, Yang berkesudahan di hari yang indah.
Agar dapat menyanyi dengan baik dan benar, waktu dan perhatian yang sepenuhnya dalam berlatih, benar-benar diperlukan. Tidak boleh ada suara pintu yang dibanting, pembicaraan, ataupun orang-orang yang berjalan-jalan yang bisa menganggu kegiatan ini. Kita juga tidak boleh berjalan atau berbicara saat berdoa karena hal tersebut juga dapat mengganggu.
Saya sering mendengar pemimpin pujian harus sering-sering mengatakan "kurang keras". Kesungguhan tidak selalu diwujudkan dengan suara yang keras. Suara yang keras tidak selalu menjadi kekuatan. Lagipula, kebanyakan suara menjadi jelek karena terlalu dipaksakan. "Pendeta dan jemaat sama saja", demikian pula dengan pemimpin paduan suara dan anggotanya. Bila pemimpinnya ceroboh dalam gaya bahasa, intonasi pengucapan, dll., maka yang dipimpinnya pun juga akan melakukan hal yang sama. "Nyanyian yang baik" berarti nada yang indah dan enak didengar, intonasi yang benar, artikulasi yang jelas, dll.. Kesungguhan, semangat, penjiwaan, dan lain-lain mengikuti di belakangnya dan tergantung pada nada, intonasi, dan artikulasi. Bapak O. Blackman, guru musik di sekolah menengah atas dan sekolah dasar di Chicago, dan penulis buku "Granded Singers", mengatakan bahwa sekolah minggu di beberapa sekolah misi hampir meniadakan semua kegiatan mingguan hanya untuk berlatih agar dapat bernyanyi dengan keras.
Dalam mengajarkan lagu baru kepada anak-anak, mungkin diperlukan perhatian yang paling besar. Biarkan pemimpin pujian menyanyikan dua atau tiga kali beberapa baris atau bait lagu dalam cara yang mudah, enak didengar, dan benar. Sehingga dapat memberi teladan, yang dalam musik dan juga moral, jauh lebih berkuasa daripada aturan; khususnya bila ada perbedaan dalam aturan dan teladan yang diberikan.
Bisakah diadakan pertemuan sekolah minggu sekali seminggu, misalnya pada hari Selasa atau Jumat sore untuk berlatih menyanyi? Jangan mengerutkan dahi dan mengatakan "tidak bisa", kecuali Anda sudah pernah mencobanya dan pada faktanya memang tidak bisa. Biasanya anak-anak senang bila diajak berkumpul bersama, dan bukankah "latihan menyanyi" itu bisa dibuat menarik dan bermanfaat? Undanglah beberapa pemimpin pujian yang mau mengajar, gunakan pula piano atau organ jika ada; undang juga paduan suara gereja untuk membantu. Dengan demikian, latihan menyanyi itu bisa bermanfaat. Tanyakan selalu apakah anak-anak mengalami kesulitan untuk memahami kata-kata sulit atau yang tidak biasa mereka temui yang ada pada lagu, sehingga mereka dapat menyanyi dengan kepala -- dengan pemahaman. Salah satu permasalahan besar dalam menyanyi adalah kesalahan dalam mengucapkan kata-kata. Jadi pengucapan juga harus benar-benar diperhatikan.
Penyesuaian lagu terhadap pelajaran, khususnya pada bagian penutup, adalah sangat penting, walaupun sering kali disepelekan oleh ketua sekolah minggu dan pemimpin paduan suara. Suatu pelajaran akan tersampaikan dengan lebih efektif bila "diikuti" dengan lagu yang tepat. Di sisi lain, kita sering kali melihat makna dari pelajaran menjadi hilang karena diikuti dengan lagu yang tak cocok, yang dinyanyikan karena beberapa alasan, misalnya, anak sekolah minggu dapat menyanyikan lagu itu dengan baik atau hanya untuk pamer.
Yang paling diperlukan dalam pelayanan sekolah minggu adalah ketulusan hati. Ketidaksungguhan paling tampak jelas dalam bernyanyi. Apa lagi yang bisa kita harapkan saat anak-anak melihat jemaat meninggalkan gereja atau dengan tatapan malas memuji atau melihat seorang pemimpin pujian bernyanyi dengan gigi bernoda akibat rokok dan napas bau rokok?
Kemudian dari semuanya itu, menyanyilah dan ajarlah orang lain untuk menyanyi dengan perasaan, dengan penuh penjiwaan. Tunjukkan ketulusan Anda dalam lagu-lagu penyembahan, dan anak-anak pun akan belajar pula untuk bersungguh-sungguh dalam memuji. Dengan kata lain, bila Anda ingin mereka menyanyi dengan manis, sungguh-sungguh, dan penuh penjiwaan, memujilah dengan cara demikian di depan mereka; anak-anak cenderung lebih mudah belajar melalui teladan.
Menyanyilah tidak hanya dengan bibir dan suara, Namun dengan hati dan jiwa yang bersukacita; Maka mereka yang mendengarkannya pun akan ikut memuji, Dan pujian yang dinyanyikan dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguhlah yang terangkat. (t/Ratri dan Dian)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Nama situs: Wholesome Words
Alamat URL: http://www.wholesomewords.org/biography/biobliss4.html
Judul asli artikel: How Should Children Sing?
Penulis: Philip P. Bliss
Artikel ini bisa dibaca juga dalam Publikasi e-BinaAnak < http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/390 >
- Login to post comments
- 7223 reads