Author
|
: | H.L. Cermat |
Sumber
|
: | Riwayat Lagu Pilihan dari Nyanyian Pujian, Jilid 3 ® Lembaga Literatur Baptis |
Syair : Latin, abad ke-12; Jesus, the Very Thought of Thee, Edward Caswall, 1849.
Lagu : ST. AGNES, John B. Dykes 1866. Yohanes 15:11; 1 Petrus 1:7-8; Mazmur 107:1-2
Kebanyakan lagu-lagu pilihan yang riwayatnya diceritakan dalam seri buku ini, biasa dinyanyikan oleh para pengikut Kristus yang bukan dari golongan Gereja Katolik. Umat Katolik pada umumnya mempunyai warisan rohani tersendiri, dan mengikuti tata cara kebaktian yang berbeda dari aliran-aliran gereja yang lain.
Namun ada juga nyanyian-nyanyian pujian yang telah diciptakan oleh penganut-penganut aliran Gereja Katolik, yang begitu indah dan begitu luas pengaruhnya, sehingga diterima juga oleh hampir semua gereja. Salah satu nyanyian rohani pilihan itu adalah "Lagu Renungan dari Zaman Biarawan", yang dikisahkan dalam pasal ini.
Siapakah para "biarawan" itu? Bagaimanakah keadaan masyarakat pada masa hidup mereka?
Abad Kegelapan
Seribu tahun dalam sejarah benua Eropa, yaitu dari tahun 500 M. sampai tahun 1500 M., merupakan suatu masa yang biasa disebut: Abad Pertengahan, atau Abad Kegelapan. Dan memang jika dilihat dari berbagai-bagai segi, kegelapan sungguh meliputi kehidupan umat manusia di dunia Barat sepanjang masa itu.
Soalnya, tidak ada satu kekuasaan besar yang dapat menjamin keamanan di setiap pelosok, seperti keadaan yang berlaku pada zaman kekaisaran Romawi dahulu. Hubungan antar kota sering terputus. Perampok merajalela di mana-mana, baik gerombolan perampok biasa yang menghadang orang-orang yang berani bepergian, maupun bangsawan yang jahat dan kejam, yang menindas rakyat kecil yang tinggal di sekitar benteng mereka.
Pendidikan dan kebudayaan terlantar. Penganut-penganut agama, termasuk juga agama Kristen, sering dimasuki korupsi. Kekafiran, takhyul, dan ketakutan pada roh-roh jahat menyelubungi jiwa banyak orang.
Dalam keadaan yang demikian, apakah yang sebaiknya dilakukan oleh seseorang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan Yesus Kristus? Dalam dunia yang serba jahat, bagaimanakah kiranya seorang Kristen dapat mempraktekkan imannya?
Untuk banyak orang Kristen pada Abad Kegelapan itu, jawabannya ditemukan di dalam biara. Biara itu semacam lembaga yang menyediakan asrama untuk orang-orang Kristen yang sengaja ingin mengasingkan diri dari dunia luar. Ada biara yang dikhususkan untuk kaum pria; ada juga yang dikhususkan untuk kaum wanita.
Di dalam kawasan lembaga itu, yang biasanya dibentengi untuk mencegah ancaman dari luar, para biarawan atau biarawati dapat menjalani suatu hidup yang saleh, menurut pengertian mereka tentang ajaran-ajaran Tuhan Yesus. Mereka dapat berbakti, berdoa, merenungkan kebesaran Allah, dan memuji-muji Dia.
Tetapi para biarawan itu pun bergiat dalam berbagai-bagai bidang selain dalam bidang kerohanian saja. Mereka suka bercocok tanam, memelihara pohon dan hewan, dan melakukan berbagai macam pertukangan dan kepandaian. Mereka juga mendirikan perpustakaan, menyalin Alkitab dan buku-buku lain dengan tulisan tangan, dan meneruskan bermacam- macam keahlian yang telah diturunkan dari kebudayaan masa kuno.
Para biarawan tidak membatasi diri hanya pada kegiatan-kegiatan yang diadakan di dalam gedung-gedung instansi mereka saja. Mereka pun merasa bertanggung jawab atas kebaikan orang-orang luar. Ada di antara mereka yang sewaktu-waktu suka pergi mengembara, sambil berkhotbah dan mengajar di mana-mana agar semua orang percaya kepada Tuhan Yesus. Ada yang mengadakan sekolah untuk kaum muda, biasanya di dalam biara itu sendiri.
Ada yang membuka pintu asrama mereka untuk orang-orang sakit, orang yang dikejar-kejar oleh musuh, orang yang kelelahan dalam perjalanan, atau orang yang telah terjerumus ke dalam dosa besar. Di dalam biara, orang-orang yang malang seperti itu dapat diberi perlindungan, perawatan, dan penguatan jasmani dan rohani.
Jadi, jelaslah bahwa tiap biara itu merupakan suatu titik terang di dalam Abad Kegelapan. Dan dari titik-titik terang itulah telah terciptakan salah satu lagu rohani yang paling indah, yang masih dinyanyikan sampai sekarang.
Siapakah Pengarangnya?
Lagu rohani yang dikisahkan dalam pasal ini, aslinya ditulis dalam bahasa Latin, yaitu bahasa keagamaan dan kesarjanaan pada masa kuno. Judulnya ialah: "Jubilus Rhythmicus de Nomine Jesu ", atau "Irama yang Gembira atas Nama Yesus". Tetapi syair rohani itu biasanya disebut menurut barisnya yang pertama, yakni: "Jesu, Dulcis Memoria" ("Yesus, Manis Kenangannya").
Karangan sastra itu mempunyai tidak kurang dari 48 bait puisi, masing-masing terdiri dari empat baris. Siapakah yang menyusun syair rohani yang amat panjang itu?
Pertanyaan ini rupa-rupanya mustahil dijawab dengan pasti. Cukup jelaslah bahwa "Irama yang Gembira atas Nama Yesus" itu adalah hasil karya dari zaman dan lingkungan para biarawan. Syair itu mungkin dikarang pada tahun 1000 M., mungkin pada tahun 1100, atau mungkin juga pada tahun 1200 M. Tempat asalnya itu pasti benua Eropa, tetapi belum dapat dipastikan apakah berasal dari negeri Perancis, atau dari negeri Inggris, ataupun dari daerah lain.
Beberapa buku kumpulan nyanyian pujian dalam bahasa Indonesia yang memuat lagu rohani ini, menyatakan bahwa kata-katanya itu ditulis oleh "Bernard", atau oleh "Bernard of Clairvaux".
Siapakah Bernard Orang Clairvaux itu? Mengapa namanya sering dirangkaikan dengan judul lagu pilihan ini?
Bangsawan yang Menjadi Biarawan
Bernard adalah seorang bangsawan negeri Perancis yang lahir pada tahun 1091. Sebagai seorang pemuda ia ganteng sekali, pandai di sekolah, dan dapat membawa diri dengan baik dalam hubungannya dengan orang-orang lain. Rupa-rupanya lapangan hidup apa saja terbuka bagi pemuda itu.
Pada umur 22 tahun, Bernard naik kuda dan menuju ke markas tentara, tempat kedua kakaknya ikut berperang. Mereka sedang mengepung sebuah kota yang dibentengi oleh musuh-musuh mereka.
Sambil menunggang kudanya itu, Bernard terkenang pada ibunya, seorang wanita Kristen yang saleh, yang pada waktu itu sudah meninggal. Seolah-olah ibunya menegur Bernard, oleh karena ia mengutamakan hal-hal duniawi yang sia-sia.
Pemuda itu turun dari kudanya dan memasuki sebuah gereja kecil di pinggir jalan raya. Di situlah ia mencurahkan isi hatinya kepada Allah. Sisa hidupnya diserahkannya demi pelayanan menurut kehendak Tuhan Yesus.
Dengan segera Bernard mulai membujuk kakak-kakaknya, agar mereka pun meninggalkan kegiatan-kegiatan yang fana dan membaktikan diri kepada Kristus. Mereka berdua, dan juga paman mereka, bersepakat untuk mengikut Bernard masuk biara. Kemudian ayahnya yang sudah menjadi duda, adik-adiknya, dan beberapa temannya yang sederajat ikut pula, sehingga ada sebanyak tiga puluh pria bangsawan yang menjadi biarawan atas gagasan Bernard.
Setelah dua tahun saja di dalam biara itu, sifat-sifat kepemimpinan Bernard nampak begitu jelas sehingga ia dan dua belas biarawan; lainnya ditugaskan untuk membuka sebuah biara yang baru. Letaknya di Lembah Hia, tetapi para biarawan itu mengubah namanya menjadi Lembah Terang -- atau, dalam bahasa Perancis, Clairvaux.
Daerah itu merupakan hutan belaka, yang dihuni oleh gerombolan- gerombolan perampok. Musim menabur sudah lewat ketika rombongan biarawan itu pindah. Pada musim salju yang pertama di sana, mereka nyaris mati karena kelaparan. Hanya biji-biji keras dan akar-akar yang menjadi pengisi perut mereka. Kesehatan Bernard tidak pernah pulih kembali dengan sempurna setelah masa ujian yang berat itu.
Lambat laun para biarawan di bawah pimpinan Bernard dapat memupuk dan memanfaatkan tanah gersang di daerah itu. Mereka mengajar para petani setempat tentang cara-cara menghasilkan panen yang lebih baik. Mereka pun berkembang secara rohani, sehingga Biara Clairvaux itu menjadi salah satu lembaga Kristen yang paling terkenal di seluruh dunia Barat. Ada paling sedikit 68 biara lainnya yang kemudian didirikan sebagai cabang-cabang dari biara induk itu.
Pemberita Kristus yang Tenar
Sebagai pemimpin biara yang terkenal itu, Bernard Orang Clairvaux sendiri menjadi termasyhur. Banyak orang besar yang sangat terpengaruh olehnya, termasuk raja, ratu, bahkan sang paus, kepala Gereja Katolik.
Memang caranya Bernard berkhotbah itu lain daripada yang lain. Banyak penjahat yang bertobat serentak, ketika ia memberitakan kepada mereka kasih dan pengampunan Tuhan Yesus. Ada cerita bahwa para ibu suka menyembunyikan suami dan putra mereka, oleh karena mereka takut bahwa pria-pria itu akan meninggalkan keluarga mereka dan ikut serta dengan Bernard!
Pernah Bernard bertemu di jalan seorang hukuman yang sedang diantar ke tiang gantungan. Bernard merampas tali pengikat dari penjaga- penjaganya, menuntun penjahat itu kembali ke ruang pengadilan, dan berhasil membela nyawanya sehingga orang itu dibebaskan dari hukuman. Satu-satunya syarat ialah, orang hukuman itu harus segera memasuki Biara Clairvaux, agar dapat terus menerima bimbingan rohani dari Bernard di sana!
Sampai akhir hayatnya pada tahun 1153, Bernard Orang Clairvaux setia melayani Tuhan dan sesama manusia dengan cara-caranya yang khas. Bahkan Martin Luther, pendiri Gereja Lutheran dan tokoh Reformasi Protestan yang pada umumnya melawan Gereja Katolik (lihat pasal 2 dari buku ini), pernah memuji Bernard sebagai "biarawan terbesar yang pernah hidup".
Di tengah-tengah kesibukannya sebagai kepala biara dan penginjil yang tersohor, Bernard tidak pernah menjadi suam dalam kehidupan rohaninya sendiri. Banyak waktu yang dihabiskannya untuk berdoa, membaca Kitab Suci, dan menaikkan puji-pujian.
Apakah "Jesu, Dulcis Memoria" itu karangan Bernard Orang Clairvaux?
Selama berabad-abad, kebanyakan sarjana dan sastrawan berpendapat demikian. Tetapi akhir-akhir ini telah ditemukan tanda-tanda yang agaknya menunjuk bahwa pengarang syair rohani itu adalah orang lain, dan bukan Bernard sendiri. Nama orang lain itu, belum diketahui.
Bagaimanapun juga, riwayat hidup Bernard Orang Clairvaux itu cukup tepat sebagai contoh dari zaman para biarawan. Dan lagu rohani pilihan yang dikisahkan dalam pasal ini, pasti timbul dari suasana zaman para biarawan itu.
Sumbangsih Para Penerjemah
Selama syair rohani yang panjang itu masih tetap dalam bahasa aslinya, hanya orang-orang yang pandai bahasa Latin saja yang dapat menikmati keindahannya. Tetapi pada abad yang kesembilan belas para penerjemah mulai meneliti syair itu, sehingga tidak kurang dari tiga buah lagu rohani yang telah dipetik dari baris-baris puisinya.
Salah seorang penerjemah yang berjasa besar dalam hal ini ialah Edward Caswall, yang lahir di negeri Inggris pada tahun 1814. Ia dibesarkan dalam Gereja Inggris; baik ayahnya maupun dia sendiri menjadi pendeta dari aliran itu. Meskipun demikian, Edward Caswall mulai sangat tertarik pada Gereja Roma Katolik. Pada tahun 1874 ia dengan istrinya menjadi anggota gereja itu. Ketika istrinya meninggal, Edward Caswall kemudian diterima menjadi seorang pastor.
Selama masa pelayanannya sampai ia meninggal pada tahun 1878, sumbangsih Edward Caswall yang terbesar pada umat Kristen ialah di dalam bidang lagu-lagu rohani. Di samping mengarang nyanyian-nyanyian pujian sendiri, ia pun menerjemahkan sebanyak dua ratus syair dari bahasa latin.
Pada masa kini, lagu-lagu rohani karangan Edward Caswall umumnya hanya dinyanyikan di Gereja Katolik, karena ada banyak di antaranya yang memuat ajaran-ajaran yang tidak dapat diterima oleh aliran- aliran lain. Tetapi terjemahan-terjemahan yang dihasilkan oleh Edward Caswall itu ada banyak yang dipakai oleh seluruh umat Kristen.
Dari syair yang panjang, yang barangkali dikarang dahulu kala oleh Bernard Orang Clairvaux itu, Edward Caswall memetik sepuluh baitnya untuk diterjemahkan. Dari terjemahan Edward Caswall inilah, maka lagu rohani yang kuno itu menjadi terkenal. Biasanya hanya tiga atau empat baitnya saja yang dipakai sekarang, dalam bahasa apa saja -- termasuk dalam bahasa Indonesia.
Salah satu lagu rohani lain lagi yang juga digubah dari "Jesu, Dulcis Memoria" itu ialah hasil terjemahan Ray Palmer, yang riwayatnya diceritakan dalam pasal 5 dari buku ini. Lagu itu dimuat pada empat buku kumpulan nyanyian pujian dalam bahasa Indonesia. (Lihatlah hlm. 6 dari buku ini, keempat nomor yang diberi tanda kurung.) Baik terjemahan Palmer maupun terjemahan Caswall itu merupakan lagu renungan yang memuji-muji Tuhan Yesus.
Rohaniwan Merangkap Musikus
John B. Dykes adalah seorang komponis yang menyusun sebuah lagu baru, khususnya untuk terjemahan hasil karya Edward Caswall dari syair Latin yang kuno itu. John Dykes lahir di negeri Inggris pada tahun 1823. Ayahnya seorang pengusaha bank, tetapi kakeknya seorang pendeta dari Gereja Inggris. Rupa-rupanya si John yang masih muda itu lebih cenderung mengikuti pekerjaan kakeknya daripada mengikuti pekerjaan ayahnya: Pada umur sepuluh tahun ia sudah mulai memainkan organ besar di gereja yang digembalakan oleh kakeknya!
Maka sewajarnyalah bila John Dykes juga menjadi seorang rohaniwan. Ia diberi pendidikan yang luas, baik dalam kependetaan maupun dalam seni musik. Bertahun-tahun lamanya ia melayani di berbagai-bagai tempat di tanah airnya, sampai ia meninggal pada tahun 1876.
Ada banyak lagu-lagu hasil karya Dr. John B. Dykes yang masih tetap terdengar dalam gereja-gereja di seluruh dunia. Misalnya, lihatlah pasal 11, JILID 1; pasal 1, JILID 2; dan pasal 5, JILID 4 dari seri buku ini. Salah satu karangan Dr. Dykes, yang diciptakannya pada tahun 1866, merupakan musik yang selalu dijodohkan dengan "Lagu Renungan dari Zaman Biarawan" itu.
Lagu Kuno yang Masih Hidup
Abad Kegelapan di benua Eropa itu sudah berakhir beratus-ratus tahun yang lalu. Bahkan gerakan biarawan yang khususnya dianut oleh Bernard Orang Clairvaux itu, sudah dibubarkan oleh Gereja Roma Katolik sendiri pada tahun 1790.
Namun tidak boleh dilupakan bahwa para biarawan itu telah melayani Tuhan dan sesama manusia pada zaman yang serba jahat dan serba gelap. Syukurlah, masih ada satu nyanyian pujian yang indah, yang tetap hidup sebagai kenang-kenangan zaman biarawan itu.
Tetapi yang lebih penting lagi ialah, bahwa lagu renungan itu masih tetap hidup sebagai kenang-kenangan Tuhan Yesus, yang dilayani oleh para biarawan dahulu kala dan yang masih tetap dilayani oleh para umat Kristen masa kini.
- Login to post comments
- 4394 reads