Login / Register    » RSS GEMA Feed

Sejarah Lagu "Allah Kita Benteng yang Teguh"

admin's picture
Author
: H.L. Cermat
Sumber
: Riwayat Lagu Pilihan dari Nyanyian Pujian, Jilid 3
® Lembaga Literatur Baptis

Syair : Jerman Martin Luther, 1529; A Mighty Fortress Is Our God, Frederick H. Hedge, 1852. Mazmur 46.
Lagu : EIN` FESTE BURG, Martin Luther. 1529

Kata-kata untuk nyanyian pujian yang dikisahkan dalam pasal ini, sudah berkali-kali diterjemahkan ke dalam sebanyak 171 bahasa. Dengan banyaknya versi yang berbeda-beda, tidaklah mengherankan jika jarang ada dua aliran gereja yang menyanyikan lagu rohani yang termasyhur ini dengan menggunakan terjemahan bahasa Indonesia yang persis sama!

Meskipun agak sulit menyanyikannya bersama-sama dalam pertemuan antar gereja, namun lagu ini sungguh merupakan suatu lagu pilihan, yang sering terdengar di dalam hampir semua gereja. Tetapi bagaimanakah sejarahnya, sehingga lagu ini pun boleh disebut: "Lagu Mars dari Zaman Reformasi"? Itulah yang akan diceritakan dalam pasal ini.

Kepalsuan Dalam Kekristenan

Dalam pasal 1 dari buku ini telah diceritakan bagaimana Abad Kegelapan di benua Eropa itu diberi titik-titik terang oleh orang-orang Kristen yang sejati dari aliran Gereja Roma Katolik. Tetapi pada masa itu banyak juga orang Kristen yang lebih mengutamakan pengakuan mulut daripada ketulusan hati. Dengan kata lain, banyak orang pada masa itu mengaku diri orang Kristen yang saleh, tetapi sebenarnya mereka merupakan orang Kristen yang palsu.

Pada masa lima ratus tahun yang lalu itu, seluruh benua Eropa sudah dianggap suatu daerah kekristenan belaka. Namun seluruh benua Eropa itu pun dipengaruhi oleh kemunafikan dalam gereja. Misalnya saja: Kalau ada usaha untuk membangun sebuah katedral besar, maka surat- surat tanda pengampunan dosa sudah biasa dijualbelikan untuk mengumpulkan dana bangunan, seolah-olah kasih karunia Tuhan dapat dijadikan barang dagangan.

Anggota-anggota awam tidak dihiraukan oleh para pemimpin gereja. Mereka tidak diizinkan membaca Alkitab, atau menyanyikan puji-pujian, ataupun mengambil bagian sepenuhnya dalam upacara Perjamuan Tuhan. Semua hal itu dianggap sebagai monopoli para rohaniwan.

Menjelang akhir Abad Kegelapan, yaitu pada tahun 1500 M., sudah banyak orang Eropa yang kurang senang dengan keadaan ini. Di antara mereka ada orang-orang yang masih setia kepada Yesus Kristus dan kepada gereja, namun mereka rindu mengubah keadaan yang tidak layak itu.

Jadi, ketika muncul seorang pemimpin gerakan pembaruan, sudah banyak orang yang bersedia mengikuti dia. Siapakah pemimpin tersebut? Martin Lutherlah orangnya.

Tentu saja dalam buku semacam ini, tiada ruang yang cukup luas untuk menceritakan seluruh riwayat hidup dari salah seorang tokoh yang terpenting sepanjang sejarah. Ada banyak buku tebal yang memuat kisah Martin Luther secara panjang lebar. Yang akan di kemukakan di sini, hanyalah pokok-pokok yang terpenting, khususnya hal-hal yang menghubungkan Martin Luther dengan sebuah nyanyian pujian terkenal yang dijuluki: "Lagu Mars dari Zaman Reformasi".

Mencari Kepuasan Jiwa

Pada tahun 1483, di Eisleben, Jerman, lahirlah seorang putra dalam keluarga seorang pekerja tambang batu bara. Anak laki-laki itu diberi nama Martin Luther.

Oleh orang tuanya yang saleh, si Martin diberi kesempatan belajar di sebuah sekolah Katolik yang baik. Tetapi uang untuk ongkos hidupnya masih kurang, sehingga anak laki-laki itu sering berkeliling dari rumah ke rumah sambil mengamen, yaitu: menyanyi dan meminta sumbangan. Akhirnya keluarga walikota di tempat si Martin disekolahkan itu merasa kasihan kepadanya. Anak yang miskin itu diajak tinggal bersama mereka selama masa sekolahnya.

Ketika keadaan ekonomi keluarganya agak membaik, Martin diberi kesempatan berkuliah di universitas. Orang tuanya mengharapkan bahwa ia akan menjadi seorang advokat. Tetapi Martin sendiri semakin gelisah karena insaf akan dosa-dosanya, sehingga pada umur 22 tahun ia menjadi seorang biarawan. Dengan rajin ia mengikuti semua upacara gereja, termasuk merendahkan diri dan bahkan menyiksa diri. Ia berharap bahwa dengan jalan demikian ia akan mendapat pengampunan dosa. Tetapi semuanya terasa sia-sia belaka.

Karena kepandaiannya yang luar biasa, Martin Luther dididik terus, sampai ia mencapai gelar Doktor Teologia. Kemudian ia ditunjuk menjadi mahaguru di sebuah universitas. Tetapi ia belum juga menemukan kepuasan jiwa. Rasa bersalah masih tetap membayang-bayangi batinnya.

Hanya Melalui Iman Saja

Dalam rangka penyelidikannya, Martin Luther mulai mempelajari Firman Tuhan dengan sungguh-sungguh. Maka ia menemukan kembali suatu kebenaran dasar: Perbuatan amal, upacara gerejawi, para pemimpin rohani -- semuanya itu hanyalah embel-embel saja. Yang penting ialah, kepercayaan pribadi kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Itulah pesan Kitab Suci.

Dengan imannya yang baru, Martin Luther mulai mengamat-amati keadaan kekristenan yang nampak di sekitarnya. Makin lama dia makin insaf, bahwa banyak penganut Kristus yang munafik saja. Secara muluk- muluk mereka mengakui Kristus, tetapi banyak ajaran dan perbuatan mereka sudah menyeleweng jauh dari kebenaran Alkitabiah.

Pada tahun 1517 Martin Luther secara terbuka mulai menentang hal- hal seperti itu. Sebagai tanda ketidaksetujuannya, ia memasang suatu tulisan pada pintu gereja (yang pada masa itu biasa dipakai sebagai papan pengumuman). Tulisan itu memaklumkan bahwa ia bersedia berdebat membela kebenaran beberapa soal tentang pengampunan dosa dan pokok- pokok lain. Hari ia memasang pengumuman itu, yaitu tanggal 31 Oktober, hingga kini dirayakan di segala benua sebagai Hari Reformasi.

Sambutan terhadap tindakan yang berani itu sangat luar biasa. Seolah-olah Martin Luther menyalakan sebuah meriam yang sudah lama terisi dan siap meledak. Tetapi reaksi dari pihak yang melawan Luther itu juga hebat sekali.

Dalam tahun-tahun yang berikutnya terjadi berbagai-bagai pertikaian, proses pengadilan, dan konfrontasi. Berkali-kali Luther nyaris mati terbunuh. Ia dikejar-kejar oleh musuh-musuhnya, dipenjarakan, dan dikutuk oleh raja, kaisar, dan paus. Bahkan ada di antara teman-temannya sendiri yang salah paham, sehingga mereka berselisih pendapat dengan dia.

Namun Martin Luther berjuang terus. Ia menerjemahkan seluruh Alkitab dari bahasa-bahasa aslinya ke dalam bahasa Jerman, agar orang- orang sebangsanya dapat membaca Firman Tuhan sendiri. Ia menghimbau agar orang-orang di mana-mana bertobat dan percaya, karena hanya itulah yang benar-benar diperlukan supaya mereka dapat diampuni dan diselamatkan.

Lagu Revolusi Rohani

Di tengah-tengah segala keributan pada permulaan zaman Reformasi itu, Martin Luther juga memperjuangkan hal nyanyian sidang. Sudah cukup lama, menurut perkiraannya, lagu-lagu rohani itu menjadi hak istimewa para pemimpin gereja. "Saya mengusahakan terjemahan Kitab Suci agar Tuhan dapat langsung berbicara kepada umatNya," kata Luther. "Dan saya mengusahakan nyanyian-nyanyian sidang, agar umatNya dapat langsung berbicara kepada Tuhan."

Pada tahun 1524, hanya tujuh tahun setelah gerakan Reformasi Protestan itu mula-mula dilancarkan, Martin Luther sudah menerbitkan sebuah kumpulan nyanyian pujian yang terdiri dari sebelas lagu; empat di antaranya adalah hasil karyanya sendiri. Sepanjang umurnya sampai ia meninggal pada tahun 1546, Luther masih tetap suka menyusun lagu- lagu rohani. Ia pun mendorong orang-orang Kristen lainnya supaya mereka juga meniru perbuatannya itu.

Jumlah lagu-lagu rohani hasil karya Martin Luther itu tidak banyak -- mungkin hanya 37 buah saja. Di antaranya ada karangan-karangan asli, tetapi ada juga saduran-saduran dari karangan orang lain, dan pasal- pasal dari Kitab Mazmur yang telah dijadikan syair rohani dalam bahasa Jerman.

Hanya beberapa lagu saja . . . tetapi cukuplah itu untuk memulai suatu gerakan nyanyian rohani yang tidak ada taranya. Di seluruh dunia, mungkin tidak ada bangsa lain yang telah menciptakan lebih banyak lagu-lagu rohani daripada bangsa Jerman. Jumlah semua nyanyian pujian dalam bahasa Jerman itu tidak kurang dari seratus ribu buah!

Masa yang Genting

"Lagu Mars dari Zaman Reformasi" itu pertama-tama diterbitkan pada tahun 1529. Pada waktu itu, gerakan yang diprakarsai oleh Luther itu rupa-rupanya bakal kalah dan punah, karena ada perlawanan yang dahsyat. Para penguasa duniawi yang terkuat pada masanya itu sedang mengerahkan bala tentara mereka untuk menyerang orang-orang yang memihak gerakan Reformasi.

Tetapi Martin Luther tidak bersandar pada kekuatan yang fana. Ia mengharapkan pertolongan ilahi. Dari Kitab Mazmur pasal 46 ia membaca kata-kata sebagai berikut:

Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan,
sebagai Penolong dalam kesesakan sangat terbukti.
Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah,
sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut.
Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi,
disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai.
Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang;
Allah akan menolongnya menjelang pagi.
Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang,
Ia memperdengarkan suaraNya, dan bumi pun hancur.
Tuhan semesta alam menyertai kita,
kota benteng kita ialah Allah.

-- Mazmur 46:2-3, 5-8

Dengan mencerminkan ayat-ayat dari Mazmur 46 itu, Martin Luther mengarang sebuah syair yang segera menjadi populer. Sama seperti para pahlawan kemerdekaan yang menyanyikan lagu-lagu perjuangan bangsa Indonesia, demikian juga para pembela gerakan Reformasi Protestan menghadapi ajal mereka dengan lagu karangan Luther itu pada bibir mereka. Ketika mereka diusir, dianiaya, bahkan ketika mereka mati syahid, mereka tetap menantang musuh-musuh mereka dengan menyanyikan lagu yang luhur itu. Sampai saat ini pun, tidak ada nyanyian pujian lainnya yang dapat lebih mengharukan hati umat Kristen di seluruh permukaan bumi.

Dari Manakah Musiknya?

Lagu yang diceritakan pada pasal ini, dalam buku nyanyian rohani Dua Sahabat Lama diberi judul yang sederhana saja, yaitu: "Nyanyian Luther". Memang cukup tepat judul itu, karena Lutherlah yang mengusahakan baik kata-katanya maupun not-notnya.

Kata "mengusahakan" itu sengaja dipakai tadi. Sudah dijelaskan bahwa Martin Luther tidak selalu menggunakan hanya karangan-karangan asli saja dalam hasil karyanya sebagai seorang penyair rohani. Demikian juga dalam hal musiknya: Pada waktu ia menyusun nyanyian- nyanyian, sering ia "meminjam" dari lagu-lagu gerejawi kuno, dari lagu-lagu rakyat Jerman, dan dari sumber-sumber lain. Pada masa itu undang-undang hak cipta belum sampai terpikirkan, sehingga perbuatan seperti yang dilakukan oleh Luther itu dianggap biasa saja.

Luther sendiri adalah seorang penggemar musik yang cukup terlatih. Seumur hidupnya, sama seperti pada masa kanak-kanaknya dulu, ia masih suka menyanyi. Suara tenornya agak tinggi, kecil, tetapi mudah didengar dari jauh. Ia pun pandai main suling dan memetik semacam gitar kuno.

Kalau ia sedang memikirkan lagu-lagu untuk diterapkan pada syair- syair karangannya, ia biasa berjalan hilir mudik di dalam rumahnya, sambil mencoba-coba potongan-potongan lagu dengan sulingnya dan suaranya. Biasanya dua temannya yang menjadi ahli musik duduk di dekatnya, agar mereka siap siaga mencatat not-not menurut perintahnya. Kemudian mereka memperlengkapi not-not itu dengan gubahan yang tepat.

Jadi, pantas saja jika "Lagu Mars dari Zaman Reformasi" itu pun dijuluki "Nyanyian Luther". Tidaklah menjadi soal bila melodinya mungkin pernah terdengar sebelumnya sebagai suatu nyanyian gerejawi kuno. Yang penting ialah, Martin Lutherlah orangnya yang membentuk not-not itu menjadi suatu nyanyian pujian yang dapat mengobar- ngobarkan semangat kaum Kristen pada masa yang genting.

Banyak komponis musik yang besar -- Bach, Mendelssohn, Meyerbeer, Wagner -- telah mengakui keindahan lagu itu, dengan menjalinnya menjadi sebagian dari gubahan ciptaan mereka sendiri.

"Lagu Rohani Terbesar . . ."

Ada banyak orang yang pernah mengatakan: "Lebih besarlah pengaruh Martin Luther melalui nyanyian-nyanyiannya, daripada melalui terjemahan Alkitabnya atau apa pun yang pernah dikerjakannya."

Mungkin pendapat itu agak berlebih-lebihan. Namun ada juga seorang ahli sejarah musik gerejawi dari negeri Inggris yang pernah menyatakan: "`Ein feste Burg ist unser Gott` adalah lagu rohani terbesar, yang dikarang oleh tokoh terbesar, pada masa terbesar, sepanjang sejarah bangsa Jerman."

Di negeri Jerman, dekat gereja yang menjadi terkenal pada tanggal 31 Oktober 1517 itu, berdirilah dengan megahnya sebuah tugu besar sebagai peringatan Martin Luther. Pada batu landasan tugu itu, telah terukir . . . kutipan baris pertama "Lagu Mars dari Zaman Reformasi".

Submitted by admin on 27 June, 2006 - 10:12

Komentar